
Album: Pengantar Purifikasi Pikir
Artis: Kunto Aji
Produser: Kunto Aji / Afif Gifano / Pandji Akbari Kautsar
Lima tahun membeku, memerah keringat ilham seperti apa lagi yang harus dibawa untuk dibesarkan sifatnya setelah kejayaan luar biasa “Mantra Mantra” – itu saya kira cabaran yang sangat besar untuk Kunto Aji. Mencabar ruang fikir dan keringat idea – agar menjadi lebih baik daripada sebelumnya kerana yang pastinya album terbaru ini datang dengan ekspetasi yang tinggi.
Maka lima tahun setelah “Mantra Mantra” Kunto Aji siap menghasilkan beberapa single mengisi kekosongan buat penggemarnya sementara mindanya benar-benar diasah dan jiwanya sedia untuk merilis “Pengantar Purifikasi Pikir” – sebuah tajuk yang berat dan membuat saya berfikir seperti apa lagi Aji mahu meramu muziknya.
Mengisi “Pengantar Purifikasi Pikir” adalah sembilan lagu keseluruhan termasuk intro – outro “Urip” dan “Urup” – manifestasi kehidupan dan pemikiran Aji sebagai seorang pemuzik juga pemikir sebelum diisi dengan “Melepas Pelukan Ibu” sebagai sebuah melodi pelayaran, kembara dalam mencari diri.
“Kuharus pergi // Jangan bersedih // Ini waktuku.” ayat melepaskan buat ibunya sebelum memujuk dibait “Engkau tetap duniaku // Matahari pagi // Udara yang sejuk.” Ambien muzik di keseluruhan lagu ini benar-benar hidup sebagai sebuah melodi kematangan Aji yang cukup bereksperimentasi tanpa tersasar jauh daripada segala hal yang sering membuat kita senang dengannya.
“Duka lara // Hanya datang dengan suka cita // Hanya berganti rupa // Dalam peristiwa.” membuka “Asimetris” yang meneruskan zarah-zarah rasa “Melepaskan Pelukan Ibu”. Sekali lagi Aji menelusuri jiwa-jiwa resah manusia dalam kisah yang cukup relatable dengan kebanyakan kita hari ini. Sebuah irama manusiawi yang menyelongkar isi sepi dan ketersendirian.
Aji menjadi lebih sentimental di lagu “Jangan Melamun Dalam Hujan” yang sekali lagi liriknya membuat saya tersenyum dan melayang. Bait puitis disusun kemas dan melekakan. “Jangan malamun saat hujan // Kau kan terhanyut dalam kenangan.” Sejujurnya ini lagu pertama di album ini yang menjerat saya untuk mengulang dengar sebelum beralih pada trak seterusnya.
“Jernih” berbicara tentang ketidakadilan dunia, kekecewaan akan hal-hal dunia yang ketidakcukupan. Yang dicari mungkin damai tetapi yang tidak dihargai adalah apa yang sedia ada di sisi. Kunto Aji saya kira di saat ini benar-benar mahu menjadi pemuzik yang sebolehnya membawa pendengar turut sama berfikir menerusi karya-karyanya.
“Rona Merah Langit” meneruskan cerita dalam lagu Aji yang muziknya menyatu sempurna dalam sifat Aji mengalir baik dalam penulisan lirik yang puitis. Feel Jazz yang pernah kita dapat di album perdananya dikembalikan sebaiknya di lagu ini. “Orang Asing Dalam Cermin” another masterpiece di album ini “Aku rindu // Aku yang dulu // Yang bebas berlayar.”
Jika “Mantra Mantra” bergerak sebagai sebuah album yang meluah lelah, “Pengantar Purifikasi Pikir” adalah sebuah manifestasi melepasakan dan merelakan. Hal-hal ini jelas dalam penulisan lirik Aji di album ini yang diisi dengan kata-kata seperti “Aku memaafkan”, “Lupakanlah semua”, “Mengalirlah” , “Hanya ingin merasakan damai” dan beberapa pengisian lirik lainnya jelas mentafsir hal-hal ini.
Dan seperti apa jelas ditulis lewat outro “Urup” – “Kita mati setiap malam // Untuk bangkit saat pagi // Untuk kejar mimpi lagi // Untuk jatuh cinta lagi // Untuk relakan yang pergi // Untuk memulai kembali.” Mendengarkan keseluruhan album ini membuatkan saya berfikir begitu kuat Kunto Aji bekerja mencari konsep, meramu cerita dalam sebuah pelayaran muzik yang melekakan, membuatkan kita bangkit daripada lamunan dan bertumbuh menjadi manusia kembali.
9/10
ARTIKEL BERKAITAN